Gedung Sositet (society de Slamat) merupakan gedung sejarah yang menjadi saksi gaya hidup baru yang dibawa kolonial Belanda yakni gaya hidup pesta pora. Tempat ini menjadi plesiran di jaman Kolonial untuk dansi-dansi orang-orang Belanda, salah satunya terdapat ballroom, yang kemudian orang menyebutnya sebagai Kamar Bola karena disini kerap digunakan dansa dan billiar. Ukuran gedung pertunjukannya 8 x 10 meter dengan kapasitas 600-700 orang. Disamping untuk pertunjukan musik, juga sandiwara keliling, tonil. Di depan gedung Sositet ada Taman Bunga yang kadang kala digunakan untuk pesta kebun.
Orang-orang Belanda menyebut tempat plesiran ini dengan Gedung Sositet yang artinya gedung “masyarakat”, meskipun disebut sebagai gedung masyarakat (society) namun tidak semua orang pribumi bisa masuk kecuali kaum menak, priyayi dan orang-orang Tionghoa. Gedung ini menjadi simbol kelas dalam interaksi sosial di kalangan masyarakat Tegal, dalam bahasa Inggris society diartikan sebagai sekelompok manusia yang hidup bersama, saling berhubungan dan mempengaruhi, saling terikat satu sama lain sehingga melahirkan kebudayaan yang sama.
Gedung Sositet menjadi simbolisme megapolis masyarakat kolonial di Tegal, menjadi tempat in-grup feeling yang begitu kuat dari golongan kolonial, sehingga menjadi tembok penghalang asimilasi dengan masyarakat biasa. In grup feeling artinya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu tertentu terikat pada kelompok dan kebudayaan yang bersangkutan dan hal ini ditegaskan Sositet sebagai ruang publiknya.
Gedung ini oleh Pemerintah Pendudukan Jepang diganti dengan nama yang lebih familiar “Gedung Rakyat”, tidak lain merupakan strategi Jepang yang tengah menarik simpati kalangan bumi putra untuk mendukung perang Asia Timur Raya.
Tempat hiburan lainnya adalah Bioskop Yupiter yang terletak di Jalan Setia Budi, saat itu menjadi tempat menonton gambar hidup. Tempat hiburan ini beberapa kali berganti nama dan fungsi. Saat awal berfungsi sebagai bioskop, kemudian pada zaman Walikota Sardjoe berubah nama menjadi Gedung PKK, saat Walikota Samsuri Mastur (1985) berganti menjadi Gedung Wanita dan sekarang menjadi Gedung Kesenian Tegal (2008).
Letak Tegal cukup strategis pada simpul jalur transportasi Jakarta-Semarang-Surabaya dan Cirebon-Purwokerto-Banyumas. Tentu letak geografis ini sedikit banyak akan mempengaruhi lalu lintas bukan hanya mobilitas manusianya tetapi juga budaya, gaya hidup dan hiburan dari daerah-daerah lain yang akan berpengaruh pada masyarakat Tegal.

Ketika Sandiwara Keliling tengah menjadi maskot pertunjukan nusantara, Tegal menjadi tempat pertunjukan muhibah Rombongan Bintang Surabaya yang pentas di Gedung Bioskop Roxi (Bioskop Dewi).
Sumber : Tegal Stad – Evolusi Sebuah Kota, Yono Daryono dkk.