Home Sejarah Pelucutan Senjata Kenpeitai, Era Awal Kemerdekaan di Tegal

Pelucutan Senjata Kenpeitai, Era Awal Kemerdekaan di Tegal

8847
0
Kempetai Tegal

Menjelang proklamasi kemerdekaan, Tegal dalam suasana panas. Rakyat Tegal kepada pemerintah Jepang yang terkenal kejam dan tidak berperikemanusiaan, mulai melawan. Rakyat Tegal sakit hati karena perilaku orang Jepang, mereka melakukan persiapan perlawanan dan tinggal menunggu orang yang akan memimpin.

Suasana semakin panas, tiba-tiba terdengar kabar bahwa Indonesia telah merdeka. Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan di Jakarta tanggal 17 Agustus 1945 disambut dengan penuh harapan dan cita-cita.

Walaupun Proklamasi Kemerdekaan sudah dikumandangkan tanggal 17 Agustus, namun bendera Merah Putih belum ada yang berani mengibarkan karena takut dengan Jepang yang masih bersenjata lengkap. Sehari setelah itu, berita tentang kemerdekaan semakin santer dibicarakan. Pada tanggal 19 dan 20 Agustus beberapa prajurit PETA dan Heiho kembali ke rumah karena kesatuannya telah dibubarkan oleh Jepang (Achmad 1986, Tegal Berjuang).

Dalam situasi semakin memanas muncul empat orang pemuda, Moh. Yusuf, Iding Rana eks Sodhaco PETA, Soemarno dan Kadarisman, mereka berempat mendatangi Walikota Tegal R. Soengeb Reksoatmodjo, mendesak agar Walikota mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan di Jakarta kepada rakyat Tegal. Mereka juga menuntut bendera Hinomaru diganti dengan Sang Saka Merah Putih. Permintaan mereka ditolak oleh Walikota dengan alasan belum ada perintah dari Gunsaikanbu (Pemerintah Dai Nippon) di Jakarta. Penolakan yang dinilai menghina itu membuat para pemuda marah.

Tanggal 26 Agustus, Jepang masih menunjukkan tanda-tanda kekuasaannya di Tegal, bendera Hinomaru masih berkibar di kantor-kantor instansi pemerintah. Gerakan pemuda semakin berani. Mereka minta pada Walikota bendera Merah Putih untuk dikibarkan di kantor-kantor pemerintah menggantikan bendera Jepang.

Di bawah ancaman para perwira Jepang, Moh. Yusuf menaikkan bendera Merah Putih di depan Kantor Kepolisian. Aksi menaikkan bendera merah putih berlanjut ke pelabuhan. Sampai awal September 1945, beberapa kantor penting masih mengibarkan bendera Jepang.

Tanggal 6 September 1945 bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, S. Rachmat seorang pemuda pegawai bengkel kereta api, mengibarkan bendera Merah Putih di halaman Bengkel Kereta Api.  Jepang marah, Rachmat disuruh menurunkan bendera, dengan berat hati Rachmat menurunkan bendera Merah Putih.

Mohamad Yusuf tidak puas, bersama dengan Suwardi mereka pergi ke JAkarta mencari keterangan lebih lanjut tentang kemerdekaan. Sekembalinya dari Jakarta mereka membulatkan tekad untuk menaikkan bendera Merah Putih di gedung besar dan termegah di Tegal, gedung SCS (gedung Birao). Esok harinya, tanggal 10 September 1945 Bendera Merah Putih dikibarkan lagi di Gedung SCS bagian atas dengan dijaga para pemuda yang bersenjata klewang (pedang), di bawah pimpinan Tarsono. Kenpeitai (Polisi Militer Jepang) sempat marah, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa, karena takut kepada pemuda yang siap menghadapi.

Kemudian suasana menjadi berbalik, pemuda-pemuda Tegal melucuti senjata tentara Kenpeitai, lalu digiring ke kantor Komite Nasional Indonesia ((sekarang kantor CPM Jl. Jenderal Sudirman, 2008). Setelah diberi penjelasan bahwa Indonesia telah merdeka, Kenpeitai digiring ke markasnya bekas Hotel Stork (Jl. Proklamasi, sekarang dipakai untuk asrama tentara, 2008). Mereka menunggu jemputan untuk kembali ke negerinya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.