
Dari penuturan Willem Remmelink (Perang Cina dan Runtuhnya Negara Jawa 1725-1743, Yogyakarta, Jendela 2002), bisa pula ditarik kesimpulan, Tegal telah memiliki sistem irigasi yang tertata hingga memungkinkan kota ini tidak saja sebagai pendistribusian bahan makanan, tetapi juga sentra produksi bahan makanan.
Begitu strategisnya kota Tegal, tahun 1725 Tegal menjadi ibukota Karesidenan yang terdiri dari daerah Tegal, Pemalang, dan Brebes. Tidak kurang dari tujuh Residen Belanda, memerintah di Tegal. Artefak yang mendukungTegal sebagai kota Karesidenan adalah sebuah bangunan yang kini menjadi gedung DPRD sekarang.

Dahulu, depan Kantor Residen ini dikenal sebagai Alun-alun Utara. Tahun 1905, Kantor ini kemudian dijadikan kantor Asisten Residen. Ada sebuah benteng kecil berdiri tidak jauh dari tempat Kantor Residen. Benteng ini kemudian tidak lagi dipergunakan sebagai benteng, tetapi digunakan sebagai rumah penjara.

Namun, Tegal juga dikenal memiliki sistem transportasi cukup memadai, khususnya kereta api. Gedung-gedung arsitektur Belanda sebagai penunjang aktifitas transportasi kereta api menjadi saksi kejayaan transportasi kereta api di Tegal. Selain stasiun kereta api, juga ada perumahan karyawan kereta api, bengkel kereta api, dan yang sangat monumental adalah bekas kantorĀ Semarang-Cheribon Stoom Maatschappij (SCS), orang Tegal menyebutnya “kantor birao” yang sempet dijadikan kampus Universitas Panca Sakti (UPS).
Sumber : Tegal Stad – Evolusi Sebuah Kota, Yono Daryono dkk.