Home fakta Fakta yang Perlu Kamu Ketahui Tentang Tegal Era VOC

Fakta yang Perlu Kamu Ketahui Tentang Tegal Era VOC

6204
0
Kediaman Residen Tegal - Bekas Gedung Pusat Pemerintahan Gewest (Residen), sekarang digunakan sebagai Gedung DPRD Tegal

Tahun 1586 sudah lazim dikenal – setidaknya oleh sejarawan Eropa – sebagai tahun yang menandai kedatangan armada Belanda yang pertama di perairan Nusantara, di bwah pimpinan Cornelis de Houtman.

Setelah singgah di beberapa pelabuhan dan mendapat gambaran awal tentang topografi dan perdagangan di Asia, sejumlah pedagang Bataaf bergabung pada tanggal 20 Maret 1602 dan mendirikan “Serikat Perseroan Hindia Timur” (Vereenigde Oostindische Compagnie, VOC) yang terkenal itu.

VOC merupakan sebuah badan yang kuat, yang mengawasi perdagangan Belanda, tidak hanya di Nusantara, tetapi juga di Srilanka, dan kawasan yang merentang dari Tanjung Harapan hingga ke Jepang, dipimpin dari Amsterdam oleh sebuah dewan pesero, “de XVII Heeren” atau “ke-17 Tuan-Tuan”, hingga akhir abad ke 18.

Kekuasaan setempat berada di tangan seorang Gubernur Jenderal yang bertanggung jawab atas setiap perundingan dan transaksi dagang, hubungan dengan pangeran-pangeran Asia, keamanan para pedagang Bataaf, dan setiap tahun bertugas mengirim ke Belanda armada yang penuh dengan produk-produk berharga.

Jan Pieterzoon Coen memilih pelabuhan Sunda Kelapa (Jakarta) sebagai pusat jaringan perdagangan Belanda di Asia. Di bandar Jawa Barat yang banyak dibicarakan oleh Tome Pires dan cukup sering disinggahi oleh orang Portugis dan Cina itu, VOC memiliki sebuah loji sejak 1610. Pada tahun 1619 garnisun kecil yang menempati loji itu membebaskan diri dari perwalian Pangeran Jayakarta, yang sekurang-kurangnya secara nominal adalah bawahan Sultan Banten. VOC lalu memusnahkan kota pribumi yang ada beserta masjidnya dan “mendirikan” kota Batavia dengan membangun benteng kecil (Lombard 2005, Nusa Jawa: Silang Budaya, buku 1, hlm.61).

Benteng Kompeni (1743) - Benteng kompeni, sebagai tempat pengintaian ke laut (utara) dan darat (selatan), sekarang difungsikan sebagai Tumah Tahanan Tegal
Benteng Kompeni (1743) – Benteng kompeni, sebagai tempat pengintaian ke laut (utara) dan darat (selatan), sekarang difungsikan sebagai Tumah Tahanan Tegal

Tahun 1628 Sultan Agung melakukan ekspandi ke barat, pertama kali yang menjadi sasaran adalah Banten. Martalaya, Tumenggung Tegal berusaha melakukan pendekatan kepada penguasa Banten, tetapi ditolak. Sultan Agung beralih bermaksud menguasai pusat Kompeni, Batavia, lalu merencanakan serangan umum ke Sunda Kelapa (Jayakarta).

Perkembangan VOC selanjutnya identik dengan imperialisme barat lainnya, mereka menggunakan hak monopoli secara sewenang-wenang sehingga menimbulkan perlawanan rakyat di mana-mana. JP Coen telah menyulut perlawanan di Jawa, antara lain perlawanan rakyat Banten dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa dan perlawanan rakyat Mataram dipimpin oleh Sultan Agung.

Semangat menguasai wilayah Jawa semakin menjadi. Hal ini dipengaruhi oleh ambisi kekuasaan VOC yang bukan saja ingin menguasai perniagaan rempah-rempah, tetapi mereka mulai tergoda untuk menjajah kedaulatan kerajaan-kerajaan di nusantara. Daerah-daerah pesisir menjadi incaran VOC mulai dari pelabuhan Banten, Jayakarta, Cirebon, Tegal, Jepara, Tuban, Gresik.

Tegal sebagai daerah enclave Mataram tentu saja ikut bergolak menyokong garis politik Mataram. Apalagi dengan posisi Tegal yang strategis secara geopolitik sehingga Sultan Agung memilih Tegal sebagai daerah jangkar bagi Mataram ketika ingin menyerang Jayakarta. Tegal dijadikan pusat pertahanan logistik bagi prajurit-prajurit Mataram, baik penyerangan laut di bawah pimpinan Tumenggung Baurekso maupun penyerangan darat dipimpin Tumenggung Martalaya dan Dipati Purbaya.

Mataram pun perlu membuka lebar baru peta pertahanan untuk memperkuat wilayah-wilayah di bibir pantai laut Jawa. Di tegal dengan memindahkan pusat pemerintahan Tegal dari pedalaman (Kalisoka) dipindah ke utara lebih dekat dengan pelabuhan tegal untuk membendung masuknya tentara-tentara VOC dari laut Jawa.

Pelabuhan Tegal (1890) - Havenkanaal met schepen te Tegal
Pelabuhan Tegal (1890) – Havenkanaal met schepen te Tegal

Perubahan letak pemerintahan tentu membawa implikasi pada perubahan corak pemerintahan dari pemerintahan agraris berubah menjadi pemerintahan maritim. terutama dengan dibentuknya prajurit laut di Tegal untuk mengamankan wilayah laut Tegal dari ancaman kapal-kapal VOC.

Kegigihan prajurit laut Tegal cukup ditakuti oleh VOC karena mereka berhasil mebakar kapal-kapal Belanda di laut Jawa, tetapi karena bala bantuan terus mengalir dari Banten dan Jayakarta akhirnya lumbung-lumbung padi di tegal berhasil dibumihanguskan VOC.

Namun demikian dengan sisa-sisa kekuatan yang ada Adipati Martalaya tetap berusaha menguasai daerah Tegal, sehingga tegal terhindar dari penguasa Kompeni. Usaha ini berhasil sampai dengan masa pemerintahan Amangkurat II sebelum bekerja sama dengan Kompeni (1677).

Pada akhir abad ke-17 Pemerintah Batavia merasa perlu melakukan intervensi di Jawa dan mengambil keuntungan dari intrik-intrik dan pertentangan di antara bangsawan Mataram dan di antara sunan, memanfaatkan pemberontakan Trunajaya dari Madura (1677-1680), kemudian pemberontakan yang dipimpin Untung Suropati, seorang bekas budak dari Bali (1686-1706), VOC dengan semangat menawarkan diri untuk menjadi penengah dan masuk ke pedalaman Jawa.

Di Jawa situasi tampak lebih terjamin bagi Belanda, karena di bagian tengah pulau Jawa para bangsawan sejak lama tercabik-cabik dalam beberapa “perang suksesi”. Sementara bangsawan-bangsawan Jawa bertikai, agen VOC melakukan manuver dan intrik, dari Batavia atau dari Semarang.

Pertikaian itu diselesaikan pada tahun 1755, dengan perjanjian Giyanti yang mengesahkan pembagian Mataram menjadi dua kerajaan kecil. Di samping Sunan yang berkedudukan di Surakarta dan seorang Sultan yang berkedudukan di Yogyakarta.

Sebagai penerapan politik lama Belanda “Divide et impera” (politik adu domba), pembagian itu disusul dengan pembagian yang lainnya, yaitu didirikannya kerajaan kecil Mangkunagaran (1757) atas kerugian wilayah Sunan, sehingga Mataram tidak mampu lagi melawan dengan efektif gerak maju Belanda. Sebelumnya Belanda menguasai Cirebon (1705) dan daerah pesisir lainnya termasuk Tegal (1743).

Sepanjang pantai utara Jawa Tengah diserahkan kepada VOC, sebagai ganti rugi pembiayaan perang yang dikeluarkan oleh VOC. Dengah hak yang didapatkan, pantai Tegal dijadikan kubu pertahanan (benteng) VOC tahun 1743. Kubu pertahanan ini masih berbekas dalam bentuk Rumah Tahanan (Lembaga Permasyarakatan, 2008).

VOC memikul kerugian yang sangat besar ketika menghadapai perlawanan rakyat, sementara di dunia perdagangan mereka harus menghadapi persaingan dagang dengan Inggris dan Perancis. Di tubuh VOC sendiri menjadi keropos karena digerogoti korupsi sehingga pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan. Mulailah babak baru Pemerintahan Hindia Belanda berkuasa di Nusantara.

Sumber : Tegal Stad – Evolusi Sebuah Kota, Yono Daryono dkk.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.